Heboh
Pemberitaan Media tentang Rohis sebagai Sarang Teroris
Pemberitaan media mengenai
kegiatan-kegiatan dan aksi terorisme kian marak akhir-akhir ini.
Apalagi dengan tertangkapnya terduga teroris yang notabene masih berusia remaja. Hal ini tentu sangat memilukan,
ketika saudara-saudara kita yang masih belia seharusnya melakukan kegiatan yang
produktif dan bermanfaat, tetapi mereka harus mendekam di penjara atau tewas
tertembus timah panas.
Di salah satu stasiun TV nasional, diadakan sebuah dialog dengan topik utama tindak terorisme. Salah seorang narasumber, Bambang Pranowo, menyatakan bahwa ada lima pola rekrutmen teroris, salah satunya adalah melalui ekstrakulikuler di masjid-masjid sekolah, atau dikenal dengan ekstrakulikuler kerohanian Islam (Rohis). Statement ini menuai banyak kontra, karena dianggap meresahkan publik dan menyakiti umat Islam, khususnya para aktivis rohis.
Di salah satu stasiun TV nasional, diadakan sebuah dialog dengan topik utama tindak terorisme. Salah seorang narasumber, Bambang Pranowo, menyatakan bahwa ada lima pola rekrutmen teroris, salah satunya adalah melalui ekstrakulikuler di masjid-masjid sekolah, atau dikenal dengan ekstrakulikuler kerohanian Islam (Rohis). Statement ini menuai banyak kontra, karena dianggap meresahkan publik dan menyakiti umat Islam, khususnya para aktivis rohis.
Tanpa bermaksud membela salah satu pihak
dan menyakiti pihak yang lainnya, dari info grafik yang ditampilkan oleh
stasiun televisi tersebut, kami memahami bahwasanya para teroris berusaha
menyebarkan ideologi mereka dan mencari anggota melalui ekstrakulikuler rohis.
Pola rekrutmen ini bisa berhasil dan bisa juga tidak, sehingga apabila
dikatakan ROHIS sebagai sarang teroris
tentu saja itu kekeliruan.
Tidak dipungkiri, para pelaku teroris dan
orang-orang yang mengusung ideologi tersebut tentu saja ingin menambah jumlah
“relawan” mereka dan memperluas pengaruh mereka di masyarakat, bisa jadi
menurut mereka, rohis adalah spot yang potensial untuk mewujudkan hal itu.
Sebagai seorang pemuda Islam dan para orang
tua, hendaknya bertindak proaktif dalam menyikapi isu ini. Misalnya dengan
bersungguh-sungguh mempelajari pemahaman Islam yang benar agar bisa terhindar
dari pemahaman terorisme, bukan malah bertindak reaktif dengan bersikap phobia
terhadap ajaran Islam dan bermalas-malasan mempelajari Islam karena takut kalau
mempelajari Islam nanti menjadi teroris.
Di
antara pola pemikiran terorisme yang harus diwaspadai adalah:
- Pertama, menanamkan rasa kebencian terhadap pemerintah dan mengembos-gembosi untuk mengadakan pemberontakan. Bermodal dengan keterpurukan pemerintahan; korupsi yang merata, moral pejabat yang egois, perekonomian yang labil, ketidakberhasilan pemerintah dalam menanggulangi masalah-masalah sosial yang berkembang , dan lain-lain, para pengusung ideologi teroris berusaha menanamkan kebencian terhadap pemerintah dan tidak hanya berhenti disitu mereka memanas-manasi para pemuda untuk melakukan aksi nyata melakukan perlawanan terhadap pemerintah yang zalim ini. Bentuk perlawanan dosisnya berbeda-beda, dimulai dengan mengadakan aksi protes sehingga menimbulkan kekacauan sampai melakukan pemboman yang menumpahkan darah dan menghilangkan nyawa.
- Kedua, mengafirkan pemerintah. Ideologi yang demikian disebut dengan ideology takfir (mudah menjatuhkan vonis kafir). Sejarah Islam mencatat, ada sekelompok orang di masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib yang mengafirkan beliau, dengan dalih tersebut mereka pun kemudian memberontak dan tidak mengakui beliau sebagai khalifah. Seperti itu pula yang dilakukan oleh para teroris, mereka meyakinkan para pemuda yang mereka ajak bahwa pemerintah telah kafir karena berhukum kepada hukum selain Allah dan pemerintah yang kafir harus diberontak. Mereka mencekoki pemuda yang masih hijau yang kadar keilmuannya masih terbatas dengan suatu perkara yang berat, yang vonis hukum tersebut hanya layak dijatuhkan oleh seorang ulama yang kapasitas keilmuannya mapan.
- Ketiga, memuji-muji pelaku terorisme dengan nama mujahid (seorang yang berjihad). Para pengusung ideologi terorisme sering memuji-muji orang yang melakukan aksi pengeboman dengan kata mujahid, dan seorang mujahid akan mendapatkan keutamaan yang besar di akhirat kelak.
Seseorang yang berjihad hendak meninggikan
kalimat tentu saja disebut mujahid. Namun, apakah menegakkan kalimat Allah itu
dengan membunuh seseorang masih shalat?! Dan hal itu dilakukan di rumah
Allah (masjid)!! Syariat mana dalam agama yang
mulia ini yang menuntunkan demikian?! Tentu saja ini sangat tidak diterima oleh
rasio bahkan oleh seorang awam sekalipun.
Oleh karena itu, menyikapi isu bahwasanya
rekrutmen teroris melalui ekstrakulikuler rohis jangan kita sikapi dengan sikap
yang reaktif, semestinya hal itu semakin memacu semangat kita untuk mempelajari
Islam, mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk.
Seorang peyair mengatakan,
عَرَفْتُ الشَرَّ لَا لِلشَرِّ لَكِنْ لِتَوَقِّيْهِ
وَمَنْ لَا يَعْرِفُ الشَرَّ مِنَ الخَيْرِ يَقَعْ فِيْهِ
وَمَنْ لَا يَعْرِفُ الشَرَّ مِنَ الخَيْرِ يَقَعْ فِيْهِ
Aku memahami kejahatan bukan untuk berbuat jahat,
tetapi untuk menghindarinya.
Siapa yang tidak mengetahui kejahatan, sementara hanya
memahami kebaikan, bisa jadi terjerumus ke dalam kejahatan itu.sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar