Pernah mengalami situasi yang secara sadar kamu mengenal betul situasi
itu, dan yakin telah kamu lalui sebelumnya? Atau mungkin mengalami suatu
situasi saat kamu bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya dan
kemudian hal itu benar-benar terjadi seperti yang kamu rasakan karena
telah kamu lalui sebelumnya? Jika kamu pernah mengalami hal-hal
tersebut, itulah yang dinamakan Deja vu.
Apakah Deja vu itu?
Deja vu, diambil dari Bahasa Perancis, adalah suatu perasaan ketika
seseorang mengalami sesuatu yang pernah terjadi sebelumnya. Singkatnya,
deja vu berarti, "pernah mengalami."
Deja vu merupakan peristiwa di mana seseorang merasa yakin telah
mengalami situasi baru sebelumnya. Selama mengalami sebuah situasi baru,
seseorang merasakan suatu kesamaan dengan sesuatu yang dialami di masa
lalu. Seseorang merasa telah melalui hal yang sama baru saja terjadi di
masa lalu atau telah melihat hal itu dalam mimpinya.
Istilah Deja vu ini pertama kali diperkenalkan oleh Emile Boirac yang
merupakan seorang peneliti di bidang psikologi berkebangsaan Perancis.
Kebanyakan mereka yang mengalami Deja vu mengklaim telah melihat sesatu
dalam mimpi mereka atau sangat yakin telah melihat itu beberapa waktu
yang lalu.
Sekelompok orang mengasosiasikannya dengan gangguan pada otak sedangkan
lainnya menghubungkan Deja vu dengan kehidupan lain di masa lalu. Apa
sih sebenarnya Deja vu ini? Mari kita telusuri bersama.
Beberapa Jenis Deja vu
Deja Senti: perasaan ini merujuk pada sesuatu "yang sudah dirasakan".
Hal itu merupakan fenomena kejiwaan dan para peneliti meyakini bahwa
sesuatu yang telah dirasakan di masa lalu itu sangat mirip dengan yang
dirasakan saat ini. Kesamaan pada kedua pengalaman tersebut membuat
seseorang merasa bahwa dia telah merasakan hal yang sama di masa lalu.
Deja Vecu: suatu perasaan bahwasanya segala sesuatu yang sedang terjadi
baru saja itu identik dengan apa yang terjadi sebelumnya serta satu
gagasan tidak wajar tentang apa yang akan terjadi berikutnya.
Diterminologikan sebagai Deja vecu. Seseorang yang mengalami perasaan
Deja vecu mengklaim telah mengetahui apa yang sedikit lagi akan terjadi
dan kadang kala merasa telah mengingat hal tersebut.
Deja Visite: bentuk Deja vu ini merupakan suatu perasaan pernah
mengunjungi suatu tempat yang benar-benar baru. Seseorang yang mengalami
bentuk Deja vu ini mengklaim memiliki pengetahuan tentang sebuah tempat
yang belum dikunjungi. Seseorang mengklaim mengetahui letak geografi
suatu tempat, ketika dia belum pernah ke sana dalam kenyataannya.
Para peneliti telah lama mencari berbagai sebab di balik Deja vu. Mereka
mengasosiasikan penyakit-penyakit seperti schizophrenia, kegelisahan
atau gangguan neurologi lainnya. Para peneliti belum mencapai kesuksesan
dalam membangun hubungan antara penyakit-penyakit tersebut dengan Deja
vu.
Namun, para peneliti telah menemukan bahwa Deja vu bisa saja merupakan
hasil dari kegagalan sistem kelistrikan otak. Deja vu dipercaya sebagai
suatu sensasi yang salah pada ingatan atau memori.
Beberapa obat-obatan juga dipercaya sebaga salah satu faktor yang memicu
Deja vu. Obat-obatan seperti amantadine dan phenylpropanolamine telah
diteliti sebagai penyebab perasaan Deja vu. Beberapa obat-obatan bisa
menyebabkan aksi hyperdopaminergic pada area mesial temporal otak yang
menyebabkan Deja vu.
Deja Vu dalam lab
Baru-baru ini, sebuah eksperimen pada tikus mungkin dapat memberi pencerahan baru mengenai asal-usul deja vu yang sebenarnya.
Susumu Tonegawa, seorang neuroscientist MIT, membiakkan sejumlah tikus
yang tidak memiliki dentate gyrus, sebuah bagian kecil dari hippocampus,
yang berfungsi normal. Bagian ini sebelumnya diketahui terkait dengan
ingatan episodik, yaitu ingatan mengenai pengalaman pribadi kita.
Ketika menjumpai sebuah situasi, dentate gyrus akan mencatat tanda-tanda
visual, audio, bau, waktu, dan tanda-tanda lainnya dari panca indra
untuk dicocokkan dengan ingatan episodik kita. Jika tidak ada yang
cocok, situasi ini akan ‘didaftarkan’ sebagai pengalaman baru dan
dicatat untuk pembandingan di masa depan.
Menurut Tonegawa, tikus normal mempunyai kemampuan yang sama seperti
manusia dalam mencocokkan persamaan dan perbedaan antara beberapa
situasi.
Namun, seperti yang telah diduga, tikus-tikus yang dentate gyrus-nya
tidak berfungsi normal kemudian mengalami kesulitan dalam membedakan dua
situasi yang serupa tapi tak sama. Hal ini, tambahnya, dapat
menjelaskan mengapa pengalaman akan deja vu meningkat seiring
bertambahnya usia atau munculnya penyakit-penyakit degeneratif seperti
Alzheimer: kehilangan atau rusaknya sel-sel pada dentate gyrus akibat
kedua hal tersebut membuat kita sulit menentukan apakah sesuatu ‘baru’
atau ‘lama’.
Otak manusia merupakan organ yang kompleks dan sangat menarik. Sudah
merupakan kecenderungan, bahwa otak untuk menarik kesimpulan dari
berbagai situasi yang berbeda. Otak seringkali mencoba untuk
bereksperimen mereproduksi suatu situasi yang belum pernah dihadapi
sebelumnya. Oleh karena itu antisipasi beberapa kejadian oleh seseorang
bisa membuat orang tersebut berpikir bahwa dia telah mengalami suatu
kejadian yang sama di masa lalu.
Yang menarik di sini, bisa saja terjadi bahwa salah satu dari mata kita
melihat sesuatu sebelum mata yang lain. Satu mata merekam kejadian
sebelumnya. Mata yang lainnya, yang merekam kejadian yang sama beberapa
milidetik kemudian, membuat otak merasakan ingatan.
Salah satu mata merasakan sesuatu dan otak mengartikannya. Mata lain
yang tertinggal beberapa milidetik merasakan hal yang sama dan mengirim
gambar tersebut ke otak. Begitu otak merasakan hal yang sama beberapa
milidetik kemudian, orang tersebut merasa bahwa dia telah melihat itu
sebelumnya. Namun gagasan ilmiah ini tidak dapat menjadi alasan tepat
untuk Deja vu karena orang yang hanya memiliki satu mata juga mengalami
Deja vu.
Pada akhirnya, deja vu masih jadi misteri ilmu pengetahuan. Beberapa
teori terkait dengan Deja vu pada kemampuan fisik tertentu yang dimiliki
manusia. Di lain pihak, orang lain mengatakan bahwa perasaan Deja vu
merupakan hasil dari kehidupan lain di masa lalu.
Dari berbagai sumber.